LEGENDA
:
“BANYUWANGI”
Zaman dahulu kala di Jawa Timur, hiduplah seorang Raja dan Permaisuri
yang saling mencintai. Dan permaisurinya yang cantik itu sangat setia
pada suaminya (Raja).
Pada suatu hari, Raja berniat pergi ke hutan untuk berburu rusa. Berangkatlah
Raja disertai para pengawalnya.
Setelah lama berada dihutan, pulanglah Raja ke istana. Permaisuri sangat
bahagia ketika melihat Raja pulang ke istana.
Permaisuri mengabarkan bahwa istana kedatangan tamu dari kerajaan
tetangga. Tapi di saat Raja ingin menemui tamu itu, tiba-tiba Raja mendengar
bahwa tamu tersebut sangat akrab pada Permaisuri. Sehingga Raja marah dan
cemburu dan menuduh Permaisuri selingkuh dengan tamu itu. Permaisuri berusaha
meyakinkan Raja bahwa itu tidak benar.
Namun Raja tetap tidak percaya pada kata-kata Permaisuri. Dengan berurai
air mata Permaisuri berkata: “Kanda, Dinda ingin membuktikan bahwa Dinda tidak
bersalah, Dinda akan menghanyutkan diri ke sungai. Jika nanti air sungai itu
berbau busuk, berarti tuduhan Kanda benar. Namun, jika air sungai itu harum,
berarti Dinda tidak bersalah, “SELAMAT TINGGAL KANDA”.
Tidak lama
setelah itu, Permaisuri menghanyutkan diri ke sungai, tercium bau yang harum
sekali dari sungai itu. Betapa menyesalnya Raja akan hal itu, namun penyesalan
beliau sudah terlambat, Permaisuri telah meninggal dunia. Semenjak peristiwa
tersebut, sungai tempat meninggalnya Permaisuri itu diberi nama “BANYUWANGI”.
FABEL :
“BUAYA DAN BURUNG PENYANYI”
Buaya dan Burung Penyanyi
bersahabat akrab. Hari ini mereka asyik bercakap. Burung Penyanyi bertengger di
hidung Buaya. Namun beberapa saat kemudian, Buaya merasa mengantuk. Ia menguap
dan membuka mulutnya lebar-lebar. Oh, Burung Penyanyi yang bertengger di hidung
Buaya terpeleset masuk ke dalam mulut Buaya. Sayangnya, Buaya tidak tahu. Ia
bingung mencari Burung Penyanyi yang kini tak ada lagi di hidungnya.
“Aneh! Ke mana Burung
Penyanyi?” gumam Buaya. “Ia pasti sedang mengajakku bercanda,” Buaya melihat ke
belakang, ke ekornya. Namun burung itu tidak ada. Buaya lalu mencari Burung
Penyanyi di semak-semak. Ia memasukkan moncongnya ke semak-semak di tepi
sungai. Namun Burung Penyanyi tetap tidak ditemukannya. “Ke mana ia?” gumam
Buaya kembali.
Buaya akhirnya memejamkan mata
untuk tidur. Tapi tiba-tiba terdengar senandung merdu yang keluar dari dalam
dirinya. “Oh!” serunya heran. Matanya terbuka lebar. “Selama hidup, baru kali
ini aku dapat bernyanyi. Wow, aku akan mengajak Burung Penyanyi sahabatku untuk
bernyanyi bersama. Pasti akan sangat menyenangkan!”
Buaya kemudian asyik
mendengarkan senandung yang keluar dari dalam dirinya. Setelah beberapa lama ia
merasa lelah. Ia lalu membuka mulutnya, dan menguap lebar-lebar. Ketika akan
menutup matanya, matanya melihat satu makhluk bertengger di hidungnya. Makhluk
itu kelihatan sangat marah. Dia si Burung Penyanyi. “Kau jahat!” omel burung
itu. “Mengapa kau tidak memberi tahu kalau ingin membuka mulut? Aku terjatuh ke
dalam mulutmu, tahu? Menyebalkan!”
Buaya mengernyitkan dahi.
“Jadi,” katanya, “Senandung yang terdengar dari dalam diriku itu suara
senandungmu? Bukan senandungku?”
“Ya!” jawab Burung Penyanyi.
Ekornya digoyang-goyangkan. “Kau kan
tahu, kau tidak bisa bernyanyi sama sekali! Suaramu sangat sumbang! Tak enak
didengar!”
Buaya sangat sedih mendengar
perkataan itu. Airmatanya menetes. “Aku pikir senandung itu suaraku,” katanya
pilu. “Kau tahu, aku ingin sekali bisa bernyanyi. Dan tadi kupikir aku sudah
bisa menyanyi. Ternyata? Oh, betapa malangnya aku yang bersuara buruk!”
Burung Penyanyi merasa iba. Ia
segera mencari cara untuk menghibur sahabatnya itu. “Teman, bagaimana kalau kau
membuat gelembung-gelembung air dan aku bersenandung? Kita lakukan bersamaan.
Suara yang terdengar pasti sangat enak didengar.”
Buaya setuju. Ia lalu
memasukkan moncongnya ke dalam air dan membuat gelembung-gelembung. Burung
Penyanyi bernyanyi. Suara nyanyiannya sangat pas dengan suara
gelembung-gelembung air yang dibuat Buaya. Buaya senang sekali. Dan sejak itu
mereka berdua selalu melakukan hal itu setiap hari.
Dan, agar Burung Penyanyi
masuk lagi ke dalam mulutnya, Buaya selalu memberitahu dulu sebelum membuka
mulutnya. Wow, rukun ya mereka!
(SELESAI)
LEGENDA :
“PUTRI HIJAU”
Di zaman dahulu kala
pernah hidup di Kesultanan Timur Besar kira-kira 10 Km dari Kampung Medan
(yakni sekarang di Deli Tua, Sumatra Utara), seorang Putri yang sangat cantik
dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan Putri ini tersohor
kemana-mana mulai dari Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa. Sultan Aceh jatuh
cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran
Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh
sangat marah karena penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap
dirinya. Maka Kesultanan Aceh pun memerangi Kesultanan Deli, yg waktu itu
dipimpin oleh saudara tua Putri, Mambang Yazid.
Al-kisah, dengan
menggunakan kekuatan gaib seorang saudara tua Putri Hijau (Mambang
Yazid)menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi (Mambang Hayali)
menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga
akhir hayatnya. Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu
dan karena kecewa Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak
sebagian, bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke
dataran tinggi Karo kira-kira 5 Km dari Kabanjahe.
Putri Hijau ditawan dan
dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya
dibawa ke Aceh melalui Selat Malaka. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye,
Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari
kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan
beribu-ribu telur dan permohonan puan Putri dikabulkan. Tetapi baru saja
upacara dimulai tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang maha dahsyat disusul
gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncullah abangnya yang
telah menjelma menjadi ular naga itu dan dengan menggunakan rahangnya yang
besar itu diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke
dalam laut.
FABEL :
“KERA DAN AYAM”
Pada jaman
dahulu, tersebutlah seekor ayam yang bersahabat dengan seekor kera. Namun
persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena kelakuan si kera. Pada suatu
petang Si Kera mengajak si ayam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang
si Kera mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Ayam dan mulai mencabuti
bulunya. Si Ayam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Akhirnya, ia dapat
meloloskan diri.
Ia lari
sekuat tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman si
Kepiting. Si Kepiting adalah teman sejati darinya. Dengan tergopoh-gopoh ia
masuk ke dalam lubang kediaman si Kepiting. Disana ia disambut dengan gembira.
Lalu Si Kepiting menceritakan semua kejadian yang dialaminya, termasuk
penghianatan si Kera.
Mendengar hal
itu akhirnya si Kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Kera. Ia berkata,
"marilah kita beri pelajaran kera yang tahu arti persahabatan itu."
Lalu ia menyusun siasat untuk memperdayai si Kera. Mereka akhirnya bersepakat
akan mengundang si Kera untuk pergi berlayar ke pulau seberang yang penuh
dengan buah-buahan. Tetapi perahu yang akan mereka pakai adalah perahu buatan
sendiri dari tanah liat.
Kemudian si
Ayam mengundang si Kera untuk berlayar ke pulau seberang. Dengan rakusnya si
Kera segera menyetujui ajakan itu. Beberapa hari berselang, mulailah perjalanan
mereka. Ketika perahu sampai ditengah laut, mereka lalu berpantun. Si Ayam
berkokok "Aku lubangi ho!!!" Si Kepiting menjawab "Tunggu sampai
dalam sekali!!"
Setiap kali
berkata begitu maka si ayam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya perahu mereka
itu pun bocor dan tenggelam. Si Kepiting dengan tangkasnya menyelam ke dasar
laut. Si Ayam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah Si Kera yang
meronta-ronta minta tolong. Karena tidak bisa berenang akhirnya ia pun mati
tenggelam.
(SELESAI)
LEGENDA :
“BATU GANTUNG”
Alkisah hiduplah
seorang putri raja yang bernama Pinta Omas boru Sinambela yaitu putri dari Raja
Sisingamangaraja X. Di lain tempat, ada seorang wanita bernama Nai Hapatihan
yaitu , adik perempuan dari Sisingamangaraja X (ibotona). Nai Hapatihan menikah
dengan seorang Aceh, dan melahirkan anak bernama Fakih Amiruddin.
Nah, suatu ketika si Pinta Omas ini ternyata bertemu dengan si Fakih dan saling
suka. Kalo dilihat dari Tarombonya Batak, Maka Pinta Omas ini adalah Pariban
dari Fakih. Oleh sebab itu mereka semakin jatuh cinta......
Namun ternyata sang ayah (Raja Sisingamangaraja X) tidak setuju dengan
hubungan mereka, versi cerita lain menyebutkan bila mereka menikah, maka Fakih
akan jadi saingan Sisingamangaraja X untuk merebut kedaulatan di Tanah Batak.
Versi lain menyebutkan bahwa si Pinta
Omas ternyata udah dijodohin sama orang yang berketurunan Ningrat,
berkasta tinggi, dan menjadi kepercayaan sang bapak.
Karena hubungan mereka tidak disetujui, dan karena mereka sudah sangat jatuh
cinta, maka dalam kekecewaan, dan tangisan yang menyayat hati, si Pinta Omas
berlari keluar rumahnya, menuju ke tepi bukit. Di situ dia menghirup nafas 3
kali, berbalik sejenak untuk memandangi rumahnya dari jauh sambil berlinang air
mata penuh kekecewaan, dan sambil mengelus anjing kesayangannya, ia melompat
dari tebing menuju ke danau Toba dan ternyata disusul oleh anjing
kesayangannya.
Tetapi tak diduga kakinya si Pinta Omas
tersangkut ke akar pohon. Sehingga ia tidak terjatuh melainkan tergantung di
tepi bukit itu dan kemudian berubahlah dia menjadi Batu.
Hingga saat ini, kalo kita datang berwisata ke Sumatera Utara, atau lewat dari kota Parapat kita masih
akan melihat bentuk sebuah batu menyerupai manusia yang tergantung di tepian
sebuah jurang.
Banyak orang
menafsirkan bahwa batu gantung itu merupakan lambang kesedihan, yaitu ketika sebuah cinta tidak terbalas.
Itulah sebabnya jaman skarang orang tua suku batak lebih membiarkan anaknya
menentukan pilihan teman hidupnya, kita so pasti ngerti bahwa cinta tidak
dapat dipaksakan, akan memilih sendiri kapan, dimana, dan siapa.
FABEL :
“SEEKOR KAMBING DAN SERIGALA”
Seekor
serigala yang kehausan tiba di tepi sebuah telaga. Ketika hendak minum
dilihatnya seekor kambing sedang minum juga di tempat itu. Namun tidak seperti
kambing-kambing lainnya yang akan kabur bila melihatnya, kambing yang satu ini
tetap tenang meneruskan minumnya. Dengan heran, serigala mendekati kambing.
“Halo kambing! Apa kabar?”sapanya
“Oh, kabar
baik serigala. Bagaimana denganmu?” balas kambing.
“Baik juga,” jawab serigala. “Ngomong-ngomong kenapa kau tak takut melihatku?
Bukankah biasanya teman-temanmu akan kabur bila melihatku?”
“Ah, kau lupa
padaku?” tanya kambing. “Coba kau perhatikan aku baik-baik dan ingat-ingat, kau
pasti mengenalku!”
Serigala
mencoba untuk mengingat dimana dia pernah bertemu dengan kambng yang satu ini.
Lalu tiba-tiba dia ingat, “o ya aku ingat! Bukankah kau kambing yang pernah
menyelamatkanku?”
Serigala
ingat, saat itu dia sedang asyik memakan daging sapi buruannya ketika tiba-tiba
terdengar bunyi letusan senapan dan jeritan kambing. Rupanya kambing menyeruduk
si pemburu sehingga bidikannya luput dan serigala selamat.
“Maafkan aku kawan,” kata serigala. “Tadi aku hampir tidak mengenalimu. Terima
kasih karena kau telah menyelamatkanku!”
“Sama-sama
kawan!” kata kambing. Lalu kambing pun berpamitan. Dalam hati kambing bersyukur
karena tidak jadi dimangsa oleh serigala.
(SELESAI)
Legenda :
“MALIN KUNDANG”
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal.
Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin
sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu.
Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk
membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi
kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.
Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah
kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya
dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang
saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu
pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh
bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas
oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di
kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia
sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak
dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang
ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin
Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin
terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam
bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia
memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100
orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis
untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga
kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira
anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga,
menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai
anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat
kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di
atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin
Kundang beserta istrinya.
Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas
luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi
begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin
Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya
Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah
ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak
buahnya.
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia
tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak,
ibu Malin menyumpah anaknya "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi
dia menjadi sebuah batu".
Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah
perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu
tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk
menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat
dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota
Padang,
Sumatera Barat.
Fabel :
“BURUNG GAGAK DAN SEBUAH KENDI”
Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat
itu burung-burungpun sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor
burung gagak menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi
tersebut merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit.
Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang
berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut
hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.
Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam
benaknya. Dia lalu mengambil kerikil yang ada di samping kendi, kemudian
menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu
memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendipun
berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat
di capai oleh sang burung Gagak.
(Cerita Rakyat Sumatera Utara)
Danau Lau Kawar terletak di Desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Danau ini terkenal akan airnya yang
jernih dan tenang serta pemandangan alamnya yang indah. Namun, dibalik pesona
keindahan tersebut tersimpan suatu kisah luar biasa mengenai asal usul
terjadinya danau yang oleh sebagian masyarakat di sekitarnya diyakini
kebenarannya. Kisahnya adalah sebagai berikut.
Alkisah, pada zaman dahulu kala Lau Kawar bukanlah sebuah danau seperti
sekarang ini, melainkan sebuah desa yang bernama Kawar. Masyarakatnya hidup
dari hasil bercocok tanam di ladang yang selalu subur walau tidak memakai pupuk
atau obat-obatan lainnya. Suatu waktu, hasil panen mereka meningkat hingga dua
kali lipat. Akibatnya, lumbung-lumbung mereka pun menjadi penuh. Bahkan,
beberapa diantaranya ada yang harus menaruh hasil panennya di dalam rumah
karena sudah tidak muat lagi di lumbung.
Atas keberhasilan panen itu, mereka lalu bergotong-royong mengadakan pesta adat
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada hari pelaksanaan,
Desa Kawar tampak ramai dan semarak. Para
penduduk mengenakan pakaian yang berwarna-warni serta perhiasan yang indah.
Dalam pesta adat itu warga Desa Kawar tampak bergembira ria kecuali seorang
perempuan tua yang ditinggal seorang diri di dalam rumahnya. Ia tidak mengikuti
pesta karena menderita lumpuh dan tidak dapat berjalan lagi. Sementara anak,
menantu, dan para cucunya asyik sibuk mengikuti pesta dan tidak mempedulikannya
lagi.
Sambil terbaring di atas pembaringannya, si nenek tua itu pun berkata, “Ya,
Tuhan! Aku ingin sekali menghadiri pesta itu. Tapi apa dayaku. Jangankan
berjalan, berdiripun aku sudah tidak sanggup lagi.”
Dalam keadaan demikian, ia hanya bisa membayangkan betapa meriahnya suasana
pesta itu. Saat mendengar secara sayup-sayup suara gendang guro-guro
didendangkan, teringatlah ia ketika masih remaja dan ikut menari berpasangan
dengan para pemuda desa yang gagah dan tanpan. Namun, semuanya hanya tinggal
kenangan saja. Kini, tinggallah siksaan dan penderitaan yang dialami di usia
senjanya. Ia menderita seorang diri dalam kesepian. Tak seorang pun yang
mempedulikannya.
Ketika tiba saatnya makan siang, seluruh warga yang tengah berpesta tersebut
segera berkumpul di balai desa untuk menyatap berbagai macam makanan yang telah
disiapkan. Saat mereka makan sesekali terdengar suara tawa karena di antara
mereka ada saja yang membuat lelucon. Rasa gembira yang berlebihan membuat
mereka lupa bahwa ada seorang diantara mereka yang tidak dapat mengikuti pesta
karena keterbatasan fisiknya.
Orang itu adalah si nenek yang sudah sejak tadi merasa lapar. Ia sangat
mengharapkan anak atau menantunya ingat dan segera mengantarkan makanan
untuknya. Namun, setelah ditunggu-tunggu, tak ada seorang pun yang datang.
Akhirnya, dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia mencoba merangkat ke dapur untuk
mencari makanan. Tetapi setelah sampai di dapur ia tidak menemukan sedikitpun
makanan karena anak-anak perempuannya sengaja tidak memasak pada hari itu.
Sambil merangkak kembali menuju pembaringannya si nenek meratap, “Ya Tuhan!
Anak-cucuku benar-benar telah tega membiarkan aku menderita begini. Di sana mereka makan sampai
kenyang, sedang aku dibiarkan kelaparan. Sungguh kejam mereka!”
Di tempat lain, saat pesta makan telah usai anak si nenek rupanya baru ingat
kalau ibunya belum makan. Ia kemudian menghampiri isterinya dan berkata,
“Isteriku! Apakah kamu sudah mengantarkan makanan untuk ibu?”
“Belum,” jawab sang isteri
singkat.
“Kalau begitu, tolong bungkuskan makanan lalu suruh anak kita
menghantarkannya!” perintah sang suami.
“Baiklah,” jawab sang isteri sambil berjalan ke arah makanan sisa pesta lalu
membungkus beberapa diantaranya dan memberikan pada anaknya untuk di bawa
pulang.
Sesampainya di rumah, si anak segera menyerahkan bungkusan makanan itu pada
neneknya lalu berlari kembali ke tempat pesta. Alangkah senangnya hati sang
nenek. Pada saat lapar yang teramat sangat, tiba-tiba saja ada yang membawakan
makanan. Dengan perasaan gembira ia lalu membuka bungkusan itu. Namun betapa
kecewanya ia ketika melihat bahwa isi bungkusan hanyalah makanan sisa yang
sudah tidak utuh lagi.
“Ya Tuhan! Apakah mereka sudah menganggapku seperti binatang,” gumam sang nenek
dengan perasaan kesal.
Sebenarnya bungkusan itu berisi daging panggang yang masih hangat dan utuh.
Namun, di tengah perjalanan si cucu telah memakannya sehingga yang tersisa
sebagian besar hanyalah tulangnya saja.
Si nenek yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya mengira anak dan
menantunya telah tega melakukan hal itu. Ia merasa sangat terhina dan segera
berdoa kepada Tuhan agar anak dan menantunya diberikan ganjaran yang setimpal.
Singkat cerita, setelah selesai mengucapkan doa secara tiba-tiba terjadi sebuah
gempa bumi yang sangat dahsyat. Selanjutnya, langit menjadi mendung disertai guntur menggelegar dan tak
lama kemudian turunlah hujan dengan lebatnya. Dalam sekejap mata, Desa Kawar
yang subur dan makmur itu tiba-tiba tenggelam beserta seluruh penduduknya dan
berubah menjadi sebuah danau seperti sekarang ini.